Senin, 29 September 2008

Narsis…

Tulisan ini pernah dimuat di Suara Pembaruan

 

Kata “Narsis” telah menjadi kosakata umum di masyarakat, khususnya kaum muda. Biasanya kata ini digunakan untuk saling ngeledek teman yang terlalu percaya diri dan terkesan cinta diri. Dalam khasanah pergaulan, tampaknya kata “Narsis” ini konotasinya tidak terlalu negatif, karena kadang-kadang seseorang menyebut dirinya sendiri “Narsis” – dengan nada sedikit bangga – untuk mengungkapkan bahwa ia seorang yang sangat percaya diri dan happy dengan dirinya sendiri. Jadi, dalam khasanah pergaulan, kata “Narsis” lebih bernada lucu daripada suatu gangguan yang benar-benar serius.

Sebagian orang yang biasa disebut “Narsis” oleh masyarakat adalah orang-orang yang sangat sukses dalam bidangnya masing-masing. Bisa saja ia seorang politisi, artist, penyanyi atau tokoh masyarakat lain. Sebagian dari mereka memang menunjukkan talenta dan prestasi yang luar biasa dalam bidang masing-masing; sehingga ada salah kaprah dalam masyarakat yang menganggap bahwa perilaku “Narsis” adalah wajar bagi orang-orang “hebat” tersebut dan bahkan mendukung atau merupakan suatu prasyarat bagi munculnya kreativitas dan prestasi yang menonjol. Sesungguhnya pandangan tersebut tidak tepat.

Dalam terminologi psikologi abnormal atau psikiatri, “Narsis” – atau lebih tepatnya: Narcissistic –adalah salah satu suatu gangguan kepribadian (personality disorder) yang berat dan tidak mudah untuk disembuhkan. Beberapa gejalanya antara lain: seseorang memandang dirinya “super” penting dan unggul; merasa sangat layak diperlakukan secara istimewa oleh orang lain; selalu membutuhkan pujian dan kekaguman orang lain; sangat berpusat pada diri sendiri dan sangat terpaku pada fantasi tentang kecantikan/kegantengan dan kehebatan diri; kurang mampu berempati pada orang lain; cenderung mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuan diri; seringkali iri pada orang lain atau yakin bahwa orang lain iri padanya; bersikap arogan pada orang-orang di sekitarnya.

Seseorang dengan gangguan kepribadian Narcissistic akan mengalami gangguan yang serius dalam penyesuaian dirinya dengan orang lain, meskipun yang bersangkutan akan selalu berkelit dan mengatakan bahwa kalaupun ada relasi yang tidak harmonis dengan orang lain, itu dikarenakan orang lain iri padanya. Namun, sekalipun mereka tidak mau mengakui, sebenarnya mereka seringkali dihantui kesepian yang sangat mendalam dan perasaan depresi. Di saat-saat seperti itu mereka membutuhkan “obat mujarab” berupa sanjungan dan pengakuan orang lain akan kehebatan mereka. Harga diri mereka yang kelihatannya sangat tinggi, sesungguhnya sangat rapuh; dan mereka sebenarnya sangat sensitif dan sangat mudah terluka bilamana tidak diacuhkan ataupun sedikit saja ditolak orang lain.

 

Ilustrasi kasus

Suatu hari, seorang bapak – kita sebut saja “Gunawan” (bukan nama sesungguhnya) – menelepon saya (penulis) dan dengan halus memaksa saya untuk menerimanya konseling (pada saat itu jadwal saya sedang padat). Akhirnya kami membuat janji konseling pada waktu tertentu. Pada hari H saya menantikan kedatangannya di tempat konseling. Menit demi menit berlalu, hingga akhirnya mendekati satu jam. Saya memutuskan untuk pergi karena toleransi keterlambatan sudah jauh terlewati, tanpa kabar yang jelas. Sepeninggal saya, pak Gunawan datang. Ia menjadi sangat marah ketika diberitahu oleh receptionist, bahwa konselornya sudah pergi. Ia tidak terima bahwa dirinya yang merupakan seorang pengusaha yang sukses, ditinggal pergi oleh konselor yang “tidak tahu diri”. Pak Gunawan kemudian menyuruh asistennya untuk kembali ke mobil dan mengambilkan berkas-berkas yang menunjukkan kesuksesan dan prestasi yang pernah diraihnya selama ini. Ia memaksa receptionist yang malang itu untuk mendengarkan “presentasi” nya tentang kehebatan dirinya dan betapa “tak tahu diuntung” nya konselor yang meninggalkannya. Setelah puas menunjukkan semua bukti-bukti kehebatan dirinya, barulah ia pergi meninggalkan receptionist yang kelelahan ter-terror olehnya.

 

Penyebab gangguan kepribadian Narcissistic

Dalam contoh di atas kita dapat melihat berbagai gejala gangguan kepribadian Narcissistic dengan jelas. Tampak bahwa penderita sebenarnya memiliki harga diri yang rapuh dan sangat mudah terluka atas perlakuan orang lain yang dipersepsikannya sebagai penolakan. Dan bila dianalisis lebih jauh kita akan mendapati bahwa perilaku defensif yang kerap ditunjukkannya bukan hanya merupakan perilaku yang sesekali muncul bilamana merasakan ancaman tertentu. Bilamana kita berempati pada mereka dan mencoba memahami dunia mereka, kita akan mendapati bahwa mereka selalu memandang dunia penuh ancaman, yaitu ancaman penolakan dan penghinaan pada harga dirinya. Oleh karena itu, mereka telah membentuk seluruh sistem kepribadian mereka sebagai defense (mekanisme pertahanan diri) atas ancaman-ancaman tersebut. Namun biaya yang harus ditanggung menjadi sangat mahal. Dalam proses pembentukannya, mereka telah turut mengubur dalam-dalam sebagian diri mereka yang sejati. Itulah sebabnya sesungguhnya mereka terasing dengan dirinya sendiri dan merasa sangat hampa serta kesepian.

Apa penyebab berkembangnya kepribadian Narcissistic ini? Seorang psychoanalyst bernama Heinz Kohut telah membuat suatu teori yang komprehensif tentang gangguan kepribadian ini. Menurut Kohut, sebenarnya semua orang membutuhkan suatu narcissism yang sehat. Artinya, salah satu fondasi kepribadian yang sehat dan kokoh adalah menerima dan mencintai diri sendiri secara wajar, apa adanya. Mencintai diri sendiri sering kali terlupakan karena banyak orang berpendapat bahwa hal tersebut sudah niscaya dan otomatis terjadi. Dan banyak pula yang tidak dapat membedakan mencintai diri sendiri secara wajar dan mencintai diri sendiri dengan berlebih. Sesungguhnya mencintai diri sendiri secara utuh tidak semudah yang dibayangkan. Kohut menemukan bahwa kebanyakan orang kurang sekali mencintai diri sendiri, atau hanya dapat mencintai diri sendiri secara parsial dan menolak sebagian diri yang lain. Oleh karena itu, mereka pun menjadi sulit untuk dapat menerima dan mencintai orang lain dengan utuh tanpa syarat.

Seseorang menjadi tidak dapat mencintai diri sendiri dikarenakan pernah mengalami cedera/luka pada rasa keberhargaan dirinya. Ini yang oleh Kohut disebut sebagai Narcissistic Injury. Narcissistic Injury dapat berupa penolakan atau kurangnya pengertian dan penerimaan dari orang-orang terpenting di masa kecil, yaitu orangtua. Ayah dan ibu sebenarnya memiliki peranan yang penting bagi perkembangan kepribadian anak. Ibu diharapkan dapat melakukan mirroring pada anak. Mirroring adalah suatu tanggapan empatis dari ibu atas suatu kebaikan, kehebatan atau keindahan anak, sekecil apapun itu. Ibu yang tulus mengasihi anaknya akan dapat melihat kebaikan dalam diri anak dan mencerminkannya kembali pada anak. Tanpa pantulan dari ibu, anak tak akan pernah dapat menyadari bahwa ia memiliki kebaikan atau potensi tertentu. Mirroring akan membantu anak melihat dan mengenal potensi dan kebaikan dalam dirinya sendiri, sehingga membuatnya mampu mencintai diri sendiri dan mengembangkan ambisi yang sehat untuk mengembangkan diri.

Peran ayah tak kalah pentingnya. Ayah berperan penting dalam proses Idealizing oleh anaknya. Dalam proses Idealizing, anak akan mengidealisasikan ayahnya, memandang ayahnya paling hebat dibandingkan semua manusia lain, dan anak akan sangat senang kalau ia diterima dan diajak berperan serta dalam kehebatan ayahnya. Ayah yang mengasihi anaknya akan membiarkan dirinya diidealisasikan oleh anaknya, dan membiarkan anaknya mengambil bagian di dalamnya. Hal ini akan menjadi dasar pembentukan Ideals and Values dalam diri anak yang akan jadi pedoman baginya menempuh hidup kelak di masa dewasa.

Gangguan kepribadian Narcissistic adalah akibat luka berat pada rasa keberhargaan diri seseorang yang dialaminya di masa kecil. Akibat luka itu, ia tidak mengenal kebaikan dan keindahan dalam dirinya. Ia tidak dapat mencintai dirinya sendiri dan harus melindungi dirinya yang rapuh dengan membentuk kepribadian palsu yang serba grandiose. Dalam kepribadian palsu itu, ia mengembangkan ambisi yang berlebihan, gambaran diri yang fantastis dan tiada arah dan nilai-nilai yang jelas dalam menjalani hidupnya. Pribadi narcissistic yang sangat arogan dan sombong sebenarnya adalah topeng untuk menutupi kanak-kanak dalam diri yang terluka karena kurang dikasihi.

 

I believe that children are our future

Teach them well and let them lead the way

Show them all the beauties they possessed inside

Give them a sense of pride to make it easier

Let the children laughter remind us how we use to be

(The Greatest love of all, sung by Whitney Houston)

 

Iman Setiadi Arif, M.Si., Psi

(Dekan Fakultas Psikologi UKRIDA – Jakarta)

Tidak ada komentar: