Senin, 29 September 2008

Mengapa kau tak bahagia?

Tulisan ini pernah dimuat di Suara Pembaruan 

Kebahagiaan adalah tujuan akhir semua orang. Apapun ideologinya, agamanya, sukunya, status ekonominya; tujuan hidup semua orang sama, yaitu untuk berbahagia. Namun dalam perjalanan hidup ini, sebagian orang “kesasar” sehingga tidak dapat menemukan tujuan aslinya tersebut. Orang menyamakan kebahagiaan dengan kesenangan sehingga menghabiskan energinya untuk mengejar kesenangan. Tentu saja ia akan kecewa. Orang pun kemudian mengeluh bahwa hidup ini tidak adil dan menyalahkan orang lain, atau dirinya sendiri atau bahkan menyalahkan Tuhan atas ketidakbahagiaannya.

 

Perangkap ketidakbahagiaan

Ketidakbahagiaan bersumber dari pandangan-pandangan keliru yang kita pegang, sehingga mengaburkan arah tujuan kita dan membuat kita terjerembab dalam ketidakbahagiaan. Berikut adalah beberapa pandangan keliru yang seringkali menyebabkan ketidakbahagiaan.

1.      Kebahagiaan sama dengan kesenangan. Ini adalah perangkap paling umum yang menyesatkan perjalanan kita menuju kebahagiaan. Kesenangan dapat diibaratkan anggur yang nikmat, yang membuat kita semakin haus dalam tiap regukannya. Setiap keinginan yang terpenuhi akan membangkitkan keinginan-keinginan lain yang tiada hentinya. Kebahagiaan justru ditandai oleh semakin meredanya keinginan dan semakin mensyukuri apa yang ada.

2.      Kebahagiaan ada di masa depan. Daniel Gilbert dalam bukunya yang terkenal, yaitu “Stumbling on Happiness” mengungkapkan bahwa orang rela untuk melakukan apa saja, untuk menjamin bahwa di masa yang akan datang ia akan menikmati investasi dan pengorbanannya saat ini. Orang seringkali membayangkan betapa senangnya dirinya di masa yang akan datang bila dapat menikmati kesenangan-kesenangan yang ditundanya saat ini. Hal ini dilakukan karena manusia adalah mahluk satu-satunya yang memikirkan masa depan. Namun melalui penelitiannya, Gilbert membuktikan bahwa antisipasi orang akan masa depan ternyata tidak dapat diandalkan. Diri kita di masa yang akan datang seringkali kecewa pada apa yang dilakukan diri kita di masa lalu. Oleh karena itu, terpaku pada masa yang akan datang adalah salah satu perangkap ketidakbahagiaan yang sangat kuat.

3.      Tidak mengenal talenta dan kekuatan diri. Martin Seligman, psikolog yang mempelopori psikologi positif, mengungkapkan bahwa sumber kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup adalah bilamana seseorang dapat menggunakan talenta dan kekuatan unik yang dimilikinya secara konsisten. Namun, tidak semua orang cukup mengenal apa sesungguhnya kekuatan unik yang dimilikinya, sehingga mereka merasa hampa dalam menjalani hidupnya. Bila seseorang tidak mengenal harta terpendam yang dimilikinya, seringkali ia terjebak pada iri hati akan talenta dan kekuatan unik yang dimiliki orang lain.

 

Delapan langkah menuju hidup yang lebih berbahagia.

Sonja Lyubomirsky, psikolog dari University of California, bersama rekan-rekannya telah meneliti tentang cara-cara yang terbukti efektif meningkatkan kebahagiaan. Ia merekomendasikan delapan langkah ini.

1.      Hitunglah berkat-berkat yang kau terima. Sesungguhnya banyak berkat yang kita terima tiap hari, tetapi seringkali kita mengecilkan artinya dan melupakannya. Latihan pertama yang dianjurkan Sonja ini dilakukan dengan cara melatih diri untuk lebih menyadari dan mengingat berkat-berkat yang kita alami setiap hari. Setelah melatih ini sebentar saja, orang biasanya akan takjub pada betapa banyak berkat yang sudah diterimanya.

2.      Melatih diri berbuat baik. Saran ini bukan datang dari pendeta, pastor ataupun pemuka agama lainnya; melainkan dari hasil penelitian psikologi. Telah dibuktikan dalam penelitian bahwa berbuat baik dan menolong orang lain membangkitkan kebahagiaan dalam pelakunya. Berbeda dari pandangan keliru yang dipegang orang pada umumnya bahwa menerima dan mendapatkan akan lebih membahagiakan daripada memberi dan membagi; Sonja dan kawan-kawan membuktikan kebalikannya. Memberi dan membagi sesungguhnya memang lebih membahagiakan daripada menerima dan mendapatkan.

3.      Hidup pada saat ini dan nikmati tiap saat yang ada. Seringkali orang terlalu berfokus pada masa depan dan menanti-nantikan yang tidak ada. Atau orang tercekam oleh masa lalu sehingga melewatkan kebaikan yang ada saat ini. Dari penelitiannya, Sonja menyarankan untuk melatih diri untuk lebih fokus ke saat ini dan menghayati kenyataan yang ada.

4.      Berterimakasih pada orang yang membimbing kita. Dalam kehidupan tiap orang, pastinya ada orang-orang tertentu yang pernah menyentuh dan mengangkat kita hingga dapat sukses atau melewati saat-saat yang sulit. Ternyata, meluangkan waktu untuk mengungkapkan rasa terima kasih kita dan menyatakannya langsung kepada orang tersebut, adalah salah satu pengalaman paling membahagiakan bagi kedua belah pihak.

5.      Belajar memaafkan. Kepahitan dan sakit hati yang pernah kita alami seringkali merupakan belenggu yang menghambat kita untuk melanjutkan kehidupan. Kadang kita lebih suka terus menyiksa diri dan mengunyah-ngunyah kepahitan masa lalu. Tetapi kebahagiaan hanya akan datang bila kita mau melepaskan keterpakuan kita pada kepahitan masa lalu.

6.      Menginvestasikan waktu dan tenaga pada keluarga dan sahabat. Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa seseorang yang memiliki relasi yang erat dan bermakna dengan orang lain akan lebih tahan terhadap stres dan lebih sering merasakan kebahagiaan. Adanya dukungan sosial dari orang lain membuat kita tetap merasa berharga, diterima dan dikasihi, sekalipun sedang menghadapi permasalahan yang sukar.

7.      Merawat kesehatan dan kebugaran tubuh. Bila kita bicara soal kebahagiaan, seringkali konotasinya adalah pada kebahagiaan psikologis semata. Padahal, keberadaan manusia yang utuh mengindikasikan bahwa ada relasi yang erat antara tubuh dan jiwa. Kalau tubuh kita sakit, bukankah pikiran dan perasaan kita juga ikut sakit? Sebaliknya kalau kita tidur cukup, makan nutrisi yang berimbang, berolahraga teratur dan seimbang antara aktivitas dan relaksasi, maka pikiran dan perasaan kita akan menjadi lebih seimbang dan sejahtera.

8.      Mengembangkan strategi untuk mengatasi stres dan menghadapi kesulitan. Kebahagiaan bukan berarti tidak mengalami kesukaran. Melainkan suatu sikap berani menghadapi kenyataan dan kesukaran apapun yang ada dan secara rasional mencari pemecahan masalah. Ternyata, orang yang memiliki banyak sumberdaya dan alternatif dalam menghadapi situasi yang stressful, akan lebih berani menjalani kehidupan, mengambil resiko yang masuk akal, sehingga memperoleh lebih banyak kepuasan dalam hidupnya.

 

Iman Setiadi Arif

Dekan Fakultas Psikologi Ukrida 

Tidak ada komentar: