Kamis, 28 Juni 2007

Santai man...

Santai man…

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Suara Pembaruan

Beberapa waktu yang lalu, diputar di bioskop-bioskop Jakarta, sebuah film komedi berjudul “Click!”. Tokoh utamanya diperankan oleh Adam Sandler. Sandler adalah seorang arsitek junior, yang tengah berjuang untuk meningkatkan karirnya di tengah persaingan yang sangat ketat dan tekanan kerja yang sangat berat. Seringkali ia harus mengorbankan waktunya untuk keluarga, agar dapat mengejar ambisinya untuk menjadi partner di dalam biro arsitek di tempatnya bekerja.
Dikisahkan bahwa Sandler kemudian diberi sebuah remote control ajaib, oleh seorang tokoh misterius yang diperankan oleh Christopher Walken. Tidak seperti remote control yang biasa, remote control ajaib ini dapat diarahkan pada sembarang benda, dan dapat mengendalikan benda tersebut, sebagaimana kita mengendalikan acara teve. Misalnya, Sandler dapat memperkecil volume suara gonggongan anjingnya yang berisik, dapat membuat boss-nya yang sedang mengomel berhenti, bahkan yang paling hebat adalah ia dapat memajukan (fast forwarding) waktu sekehendak hatinya. Bilamana ia sedang mengerjakan tugas yang membuatnya penat, ia dapat memajukan waktu sehingga tiba-tiba ia sudah berada di masa yang akan datang, di mana tugas tersebut telah selesai. Bilamana ia terjebak dalam kemacetan, ia pun tinggal memajukan waktu, sehingga tiba-tiba ia sudah berada di luar kemacetan.
Sandler merasa menjadi orang paling berbahagia di dunia dengan remote control ajaibnya ini; sampai ia mulai merasakan, bahwa lama kelamaan, bukan lagi dirinya yang mengendalikan remote control tersebut, melainkan remote control itu yang mengendalikan hidupnya. Remote control tersebut mulai bekerja secara otomatis, mengikuti pola kebiasaan Sandler selama ini. Ia selalu mempercepat waktu – tanpa diperintahkan lagi oleh Sandler – sehingga Sandler melewatkan bukan hanya hal-hal yang menyebalkannya, tetapi juga waktu-waktu yang paling bermakna dalam hidupnya. Tiba-tiba Sandler sudah menjadi partner senior di biro arsiteknya; tiba-tiba anak-anaknya sudah besar, tanpa Sandler dapat mengikuti perkembangannya dan menikmati perannya sebagai ayah bagi kedua anaknya; tiba-tiba ia sudah menjadi Arsitek yang super sukses, namun sekaligus sudah tua dan penyakitan, dan telah bercerai dengan istrinya. Sandler mencapai segala ambisinya – bahkan lebih dari itu – namun dengan pengorbanan yang mengerikan: ia tidak pernah dapat mengecap hidup yang dihabiskannya dengan begitu cepat.
Generasi yang diburu waktu
Film “Click!” adalah sebuah parodi tentang kehidupan di kota besar. Ia bicara tentang sebuah generasi yang diburu waktu. Semua orang di segala usia dituntut untuk melakukan lebih banyak hal, mencapai prestasi yang lebih baik lagi dan melakukan segala sesuatu dengan secepat mungkin. Para motivator terus menerus menanamkan ide di kepala kita, bahwa jangan pernah kita merasa puas, melainkan kita harus terus merasa haus untuk mendapatkan lebih banyak lagi dari hidup ini. Orang jadi merasa bersalah kalau ia tidak sibuk dan tergoda untuk bersantai sedikit saja. Sekarang kita sudah biasa melihat anak SD - atau bahkan TK - yang mendorong tasnya yang penuh sesak dengan buku, dari satu tempat kursus ke tempat kursus yang lain. Bilamana anak berusia 1 tahun baru dapat mengucapkan satu dua patah kata, orangtuanya sudah khawatir bahwa anaknya menderita autism dan segera membawa anaknya ke tempat speech therapy. Kursus untuk membaca dan menghitung cepat, laris manis diikuti orang-orang dari pelbagai usia. Singkat kata, seperti Adam Sandler di film “Click!” kita selalu memfast-forward hidup kita, sampai hidup itu habis tanpa kita sempat mengecapnya.
Kerinduan untuk mengecap kehidupan
Di lubuk hati orang-orang modern, tersimpan kerinduan untuk mengecap kehidupan. Mulai terbit kesadaran bahwa bekerja lebih keras dan memperoleh materi lebih banyak lagi, tidak dengan sendirinya membawa kebahagiaan. Namun, belenggu kebiasaan dan tekanan masyarakat yang sangat kuat kadang terlalu kuat untuk ditolak.
Berikut adalah beberapa teknik yang dikembangkan oleh psikologi modern untuk mematahkan belenggu dan tekanan itu dan mulai mengecap anugerah kehidupan yang diberikan kepada kita.
Savoring
Salah satu cara untuk berbahagia adalah dengan hidup di saat ini. Fred B. Bryant dan Joseph Veroff dari Loyola University adalah para psikolog yang mengembangkan konsep yang disebut Savoring. Savoring berarti kesadaran penuh akan kesenangan yang dialami saat ini, dan dengan sengaja memusatkan perhatian pada perasaan itu dan menikmatinya selagi berlangsung.
Mereka mengajar para siswanya untuk berlatih Savoring dengan cara meluangkan waktu untuk melakukan salah satu kegiatan yang disukai, dan memusatkan perhatian pada kegiatan itu saja. Misalnya: seorang siswa memilih untuk membaca puisi yang disukainya. Siswa itu dianjurkan untuk membaca kata demi kata dalam puisi tersebut dengan penuh perhatian, membiarkan kata-kata itu mengalir tanpa terburu-buru dan meresapi diri mereka perlahan-lahan. Saat orang melakukan Savoring, waktu berlalu tanpa terasa – namun setiap detik dihayati dengan penuh. Orang akan merasakan kelegaan dan kedamaian yang belum pernah dirasakannya, dan tidak jarang hatinya meluap dengan kebahagiaan. Orang belajar untuk merasa cukup dan puas dengan yang dimilikinya saat ini.

Bukan lebih banyak, tapi lebih bermakna
Hambatan terbesar untuk menikmati hidup dengan penuh berasal dari diri sendiri. Hambatan itu berupa pikiran irasional yang meyakini bahwa bila anda lambat, maka anda akan tertinggal dan terlindas. Bila anda tidak serakah, anda tidak akan kebagian. Bila anda mendapatkan lebih banyak, maka anda akan lebih bahagia. Pikiran-pikiran ini disebut irasional, karena sebenarnya tidak ada bukti yang kuat yang mendasarinya, namun kita toh meyakininya dengan membuta. Kalaupun kita menyadari bahwa pikiran itu keliru, seringkali kita tidak cukup kuat untuk melawannya. Kita telah terbiasa untuk mengikuti pikiran irasional tersebut, karena takut bila tidak mengikutinya maka suatu hal buruk akan menimpa kita.
Pikiran irasional mesti digantikan dengan pikiran rasional. Pikiran rasional berdasarkan pada bukti di kenyataan dan membantu kita menyesuaikan diri lebih baik. Seorang psikolog terkemuka bernama Mihaly Csikszentmihalyi telah melakukan penelitian pada orang-orang yang paling sukses dan paling kreatif di bidangnya masing-masing, misalnya: Atlet peraih emas Olimpiade, Ilmuwan peraih Nobel, Artis peraih Oscar. Penelitiannya menunjukkan bahwa faktor yang terpenting pada keberhasilan mereka bukanlah kerja sekeras mungkin untuk meraih sebanyak mungkin – sungguhpun mereka harus bekerja keras – melainkan kerja dengan suatu keasyikan untuk melakukan sesuatu yang bermakna. Mengerjakan sesuatu yang bermakna dengan penuh keasyikan disebut Csikszentmihalyi dengan istilah Flow. Orang-orang yang sungguh sukses, justru telah belajar bagaimana untuk meredakan dorongan hati yang serakah untuk meraih semuanya, melainkan fokus pada sedikit hal saja yang bermakna. They do less, so they can do better.
Oleh karena itu, marilah kita menjalani dan menikmati hidup kita, pekerjaan kita, relasi kita dengan keluarga dan teman dengan penuh keasyikan, dan rasa syukur. Waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali, maka nikmatilah saat ini sepenuhnya. Santai man…

Iman Setiadi Arif
Dekan Fakultas Psikologi Ukrida – Jakarta

Tidak ada komentar: